Jumat, 09 Januari 2009

Perjalanan Larry dan Joetta Lewis - yulius eka agung seputra

Ayah saya adalah pastor gereja Assemblies of God (=Sidang Jemaat Allah). Kedua orang tua saya memiliki cinta yang mendalam dan taat kepada Yesus Kristus. Hidup mereka menyatakan siapakah Kristus itu.

Saya dengan jelas mengingat terbangun di tengah malam oleh suara doa mereka. Berdoa bagi setiap orang di gereja mereka. Meskipun kedua orang tua saya tidak pernah berkata-kata dengan nada merendahkan kepada siapapun, termasuk umat Katolik, banyak dari para pendeta yang saya temui tidak begitu murah hati. Saya pernah mendengar lebih dari satu penginjil yang menjabarkan secara terperinci tentang kesesatan-kesesatan iman Katolik. Bagi mereka umumnya, sudah ada kesepakatan bahwa Gereja Katolik adalah "pelacur Babel" dan Sri Paus adalah "sang Anti-Kristus".

Saya waktu itu berusia tigapuluhtahunan dan menjabat sebagai pendeta gereja Metodis ketika saya bertemu pertama kalinya dengan seorang biarawati Katolik, yaitu suster Monica Marie. Joetta mengajar bersama-sama dengannya di Ursuline Academy di Dallas, Texas. Melalui suster Monica Marie, Joetta mengalami pengalaman yang dinamis dengan Roh Kudus. Dengan keheranan saya menemukan bahwa suster ternyata sungguh-sungguh wanita yang mengenal Tuhan. Hati saya merasa hangat hanya karena kehadirannya. Dia sungguh-sungguh bertolak belakang dengan gambaran seorang biarawati dalam benak pikiran saya.

Kontak pertama saya dengan seorang imam hanya dua tahun yang lalu saja. Ketika menekuni program doktoral di Oral Robert University, saya bertemu dengan Romo Amalor Vima dari India. Sebagai kawan sekelas kami menghabiskan banyak waktu bersama-sama dan menjadi kawan akrab. Dalam lingkungan inilah terjadi sesuatu yang akan merubah hidup saya selamanya. Selama saat renungan dalam satu dari acara-acara kami, Selmar Quayo, seorang uskup Metodis dari Brazilia, berdiri dan berkata: "Di negara saya, sebagai seorang Protestan, saya adalah minoritas. Sayangnya, ada banyak rasa permusuhan antara gereja kami dan Gereja Katolik. Banyak dari jemaat kami dipenuhi dengan rasa sakit hati terhadap semua umat Katolik. Akan tetapi disini, Romo Vima adalah minoritas dan saya tidak melihat sesuatupun dari hidupnya kecuali kasih terhadap Yesus Kristus." Dengan air mata bercucuran di wajahnya dia berkata, "Romo Vima, saya ingin anda memaafkan saya."

Saya menyaksikan ketika kedua pemimpin umat Allah ini berpelukan. Tidak ada mata yang tidak basah oleh air mata di ruangan itu. Dalam saat yang singkat tersebut pikiran saya mulai membayangkan suatu kemungkinan baru - Protestan dan Katolik di seluruh dunia bersatu, saling menyongsong dalam kasih, dan berlutut dalam doa.

Dalam tindakan yang sederhana ini Selmar Quayo telah menantang kami semua untuk menjadi pelayan rekonsiliasi. Pikiran saya berputar-putar. "Bayangkan apa yang Roh Kudus dapat lakukan jika Katolik dan Protestan sungguh-sungguh satu. "Firman Yesus melintasi pikiran saya, "Jika engkau mempersembahkan kurban di altar dan teringat bahwa ada sesuatu dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan altar dan pergilah dahulu berdamai dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu" (Matius 5:23-24). Sewaktu saya menyaksikan adegan tersebut terjadi saya nyaris dapat mendengar Yesus berdoa, "Semoga mereka semua menjadi satu, Bapa . . . supaya dunia percaya bahwa Engkau mengutus Aku" (Yohanes 17:21). Saya menyadari pada saat itu bahwa saya harus menjadi pelayan rekonsiliasi.

Bertahun-tahun sebelumnya, Joetta dan saya telah melakukan pelayanan di suatu gereja Southern Baptist di Tulsa, Oklahoma. Setelah kebaktian, seorang wanita mendekati Joetta dan bertanya kepadanya jika ia mau mendoakan Regan, nama anak perempuan wanita tersebut. Akan tetapi dia tidak ingin menjelaskan latar belakang keinginan tersebut. Joetta meyakinkannya bahwa dia tidak perlu mengetahui apa keperluan doa tersebut karena Roh Kudus akan memerantarai bagi Regan. Sampai setahun berikutnya, Joetta berdoa dengan setia bagi sang wanita muda yang belum pernah ditemuinya.

Pada saat itu Joetta bekerja sebagai seorang Technical Writer bagi perusahaan jasa penyewaan mobil Thrifty Rent-A-Car. Suatu hari atasannya memberitahukan bahwa mereka telah menerima seorang Software Trainer baru dan mejanya akan berseberangan dengan meja Joetta. Mereka meminta Joetta untuk membuat sang karyawati merasa akrab dan untuk membawanya keliling kantor mereka. Ketika sang karyawati baru tiba, dia memperkenalkan dirinya sebagai Regan. Dengan rasa terkejut, Joetta melihat seorang wanita muda dihadapannya yang telah didoakannya selama berbulan-bulan! Tuhan pasti punya maksud tertentu. Joetta dan Regan bekerja sama selama tujuh tahun berikutnya. Meskipun mereka tidak pernah bersosialisasi diluar kantor, mereka mulai membangun hubungan yang sangat akrab.

Suatu ketika di tahun 1995, Regan menceritakan bahwa dia dan suaminya sedang mengalami masalah dalam perkawinan mereka. Kelvin adalah seorang Katolik sedangkan dia dari gereja Southern Baptist. Selama bertahun-tahun, Regan kadangkala menghadiri Misa di gereja Katolik bersama Kelvin dan meskipun Kelvin tidak merasa nyaman di gereja Baptis, dia ikut menghadiri kebaktian bersama Regan dalam acara-acara khusus. Kompromi ini terus berjalan, sampai mereka mempunyai anak-anak dan menyadari betapa masing-masing punya perasaan kuat untuk mendidik anak-anak dalam iman masing-masing. Regan merasa kesal dan kecewa karena Kelvin bersikeras untuk membaptis dan membesarkan anak-anak mereka dalam Gereja Katolik. Mereka sedang menghadapi jalan buntu ketika Regan datang menemui Joetta untuk meminta nasihat.

Joeta mengatakan kepada Regan bahwa sebuah rumah yang terpecah tidak dapat bertahan, dan bahwa penting kiranya bahwa mereka berada dalam suatu gereja bersama-sama. Joetta menyarankan bahwa, jika suami Regan tidak mau ke gereja Protestan bersamanya, maka Regan harus pergi ke gereja Katolik bersama suaminya. Tuhan akan memberkati perkawinan mereka jika Regan mau menurut pada otoritas spiritual suaminya. Joetta memberitahukan kepada Regan tentang semacam kelas yang diberikan dalam Gereja Katolik yang bisa dihadirinya, tanpa komitmen, untuk mengenal tentang iman Katolik. Joetta mengatakan, "Jika saya jadi engkau, saya ingin mengetahui anak-anak saya akan diajarkan tentang apa saja, supaya saya bisa melawannya kalau ada terdapat ajaran yang salah." Demi ketentraman hati Regan, Joetta berkata, "Kamu pergilah menghadiri program tersebut, bawalah semua materi pelajaran kepada saya, dan saya akan berikan kepada suami saya Larry supaya dia bisa memeriksanya dan melihat jika isinya sesuai dengan Alkitab."

Saya tidak pernah memperhatikan bahan-bahan yang Regan berikan kepada Joetta kecuali dua hal. Yang pertama adalah suatu artikel surat kabar oleh seorang jurnalis Lutheran yang isinya mendiskusikan tentang penampakan-penampakan Bunda Maria. Sang pengarang artikel telah memberikan seminar di paroki Regan dan mengisahkan betapa Bunda Allah telah menampakan diri kepada enam anak-anak kecil setiap hari sejak tahun 1981. Regan merasa begitu terpesona sehingga dia membaca segala hal menyangkut kejadian tersebut yang bisa didapatnya. Hal kedua yang dia berikan kepada kami adalah sebuah kaset kesaksian oleh seorang wanita yang telah disembuhkan secara mukjijat pada tempat penampakan yang sama. Wanita ini, seorang Kristen yang tadinya paling cuma suam-suam kuku, begitu tersentuh oleh pengalaman tersebut sehingga dia membaktikan seluruh hidupnya untuk melayani Kristus. Saya mengangkat kertas tulisan ini dan bermaksud membuangnya. Akan tetapi dalam sekilas saya masukkan ke dalam laci.

Pada minggu sebelum tanggal 25 Mei 1996, Regan memberitahu Joetta bahwa dia akan pergi menghadiri Konferensi Maria di Wichita, Kansas. Dia begitu bersemangat karena baik pengarang artikel maupun wanita yang telah disembuhkan tersebut, keduanya akan tampil sebagai pembicara. Akan tetapi, Regan merasa terganggu oleh sebuah doa yang telah diterimanya dari bahan-bahan yang dikirim sebelum konferensi yang nantinya akan diucapkan dalam doa pada waktu konferensi. "Saya meminta, " dia berkata kepada Joetta, "agar engkau dan Lary mau memeriksanya dan memberikan pendapatmu." Sewaktu Joetta membaca doa tersebut, segera timbul segala macam rasa khawatir. Dalam keadaan nyaris panik dia membawa doa-doa tersebut kepada saya. Doa itu adalah doa "Konsekrasi kepada Hati Maria yang Tak Bernoda". Sewaktu saya mulai membacanya, bulu roma saya berdiri. "Hati Maria yang Tak Bernoda, aku memberikan jiwa dan ragaku . . ." saya berhenti di tengah-tengah kalimat. Rasa kemarahan memenuhi hati saya. "Ini doa iblis!" saya berkata, "kita tidak memberikan jiwa kita kepada siapapun kecuali Yesus. Katakan kepada Regan bahwa dia boleh pergi ke Konferensi Maria tetapi apapun yang dilakukannya janganlah sekali-kali mengucapkan doa ini." Dalam tiga hari berikutnya, sesuatu dalam lubuk hati saya memberitahu saya bahwa saya telah membuat suatu kesalahan besar. Penyesalan akan apa yang telah saya katakan memenuhi hati saya.

Saya memutuskan membawa fotokopi doa tersebut kepada Romo Vima. "Saya tidak mengerti tentang doa ini, " saya berkata. "Bagaimana boleh seseorang memberikan dirinya kepada Maria dengan cara seperti ini?" Dengan kilatan di matanya Romo Vima dengan lembut berkata, "Larry, pernahkah engkau memegang Joetta dalam tangannya dan berkata, 'Aku mengasihimu, Aku menyanjungmu, Aku mencium tanah yang engkau pijak'". "Ya," saya dengan hati-hati menjawab. "Pernahkah engkau memandang matanya dengan penuh kasih dan meyakinkannya akan kasih dan devosimu seutuhnya? Pernahkan engkau mengucapkan kata-kata seperti, 'Aku ini milikmu sekarang dan selamanya' 'Diriku dan segala harapan-harapanku adalah milikmu.?'" Saya mulai mengerti maksud kata-katanya. "Secara jujur, " saya mengaku, "saya telah menggunakan kata-kata seperti itu.

Romo Vima lantas melanjutkan, "Umat Katolik, tidak akan pernah berkata kepada Maria, 'kami menyembahmu.' Kami menghormatimu. Kami memujimu. Tetapi kami tidak akan pernah mengatakan 'kami menyembahmu' karena penyembahan hanya ditujukan kepada Tuhan saja. Itu adalah sesuatu yang hanya kami berikan kepada Yesus. Kami menyembah-Nya. Dia adalah Raja diraja dan Tuhan dari segala tuan, dan tidak ada seorangpun seperti-Nya. Kami percaya bahwa Maria, sebagai Bunda Allah, mengasihi dan peduli terhadap kami. Apa yang kami katakan dalam doa ini adalah, 'Segala diriku, aku letakkan dalam tanganmu dan aku memintamu untuk membawaku kepada Puteramu, Yesus.' Maria selalu menunjuk kepada Yesus."

Selama saya mendengarkan kata-kata Romo Vima, saya mulai menyadari betapa salahnya saya. Dua perasaan muncul secara bersamaan - rasa malu dan sukacita. Malu karena tuduhan saya, dan sukacita akan kemungkinan-kemungkinan yang terbuka.

Saya pulang ke rumah dan menemukan suratkabar Maria yang saya taruh di salam satu laci baju dan mulai membacanya. Sewaktu saya membawa menurut laporan apa yang dikatakan oleh Maria, saya tersengat oleh kenyataan betapa pesan-pesannya begitu sesuai dengan Alkitab - berdoa, bertobat, berpuasa, komitmen hidupmu kepada Kristus. Ini jelas bukan pekerjaan Iblis. Saya berpikir keras, "Apakah ini betul-betul Bunda Allah." Jika benar demikian, maka apa yang dia katakan sungguh penting dan perlu kita perhatikan. Salah satu dari pesan-pesannya yang sering diutarakan agak membingungkan: "Berdoalah Rosario setiap hari." Joetta dan saya sama sekali tidak tahu tentang Rosario. Mungkin sudah tiba waktunya untuk mengetahui tentang doa ini.

Sewaktu Regan hendak pergi ke konferensi Maria, Joetta memberikan sejumlah uang kepadanya untuk membeli sebuah Rosario. Hubungan persahabatan antara mereka berdua telah menjadi tegang, dan penuh emosi karena perihal Maria, dan Joetta merasa jika dia memberikan kesempatan kepada Regan untuk menunjukkan cara berdoa Rosario kepadanya, paling tidak mereka berdua tetap berdialog. Sekembalinya Regan memberikan Joetta sebuah Rosario, dia berkata, "Bagusnya orang yang membuat Rosario ini tinggal di dekat kota Tulsa, yaitu di Claremone, Oklahoma. Dia menjamin, jika ada masalah dengan Rosarionya."

Makin Joetta perhatikan Rosarionya, makin timbul rasa tidak sukanya terhadap potongan segitiga ditengahnya. "Tampaknya seperti sebuah lambang berhala. Saya akan menelpon Two Hearts Rosaries (=Rosario Dua Hati, nama pembuatnya) dan menanyakan jika mereka bisa menukarkannya dengan yang lainnya."

"Marilah datang kesini," suara di seberang sana menjawab, "karya tangan Bob dijamin, dan dia akan dengan senang hati menukarkannya dengan sesuatu yang anda sukai." Ketika kami tiba, Johanna istri Bob menanyakan Joetta tentang apa yang salah dengan Rosarionya. "Ini...segitiga kecil ditengahnya," kata Joetta, "Saya tidak suka segitiga itu." Johanna memandang Joetta dengan rasa heran, "Memangnya apanya yang tidak engkau sukai?" "Hmm...gambarnya kelihatan terlalu....Katolik!"

Johanna tersenyum, "Rosario itu....ya memang Katolik!" Sementara Joetta memperhatikan potongan segitiga tersebut, Bob sedang berbagi cerita dengan saya tentang apa yang mereka alami sewaktu berziarah di suatu tempat penampakan Maria di Eropa. Saya berteriak kepada Joetta, "Mari sini dan dengarkan cerita ini. Engkau tidak akan mempercayainya!" Mereka adalah umat Katolik betulan pertama yang pernah bercakap-cakap dengan kami, selain suster Monica Marie dan Romo Vima.

Bob mengisahkan kepada kami betapa Tuhan melalui Maria telah merubah jalan hidup mereka. Sewaktu dia menceritakan kisahnya, air mata mengalir di wajahnya. Dia mengaku bahwa dia belum berhenti menangis sejak dia kembali dari peziarahan mereka. Dalam kata-katanya sendiri, hatinya "telah luluh." Sekembalinya mereka, Bob berhenti dari pekerjaannya di Amoco, suatu perusahaan pertambangan raksasa. Dia bekerja sebagai teknisi laboratorium dan telah bekerja untuk perusahaan tersebut selama lebih dari 21 tahun! Tidak lama sesudahnya, Johanna berhenti dari pekerjaannya mengajar di Tulsa University. Tuhan telah memanggil mereka untuk patuh dan bergantung seutuhnya kepada-Nya.

Selama masa itu, Bob bertemu dengan seorang biarawati yang menunjukkan cara membuat Rosario kepadanya. Bob memutuskan untuk membuat dua Rosario: satu untuk berterima kasih kepada Maria karena membimbing mereka kepada Yesus, dan satunya lagi untuk Yesus karena menyelamatkan jiwanya. Yang lainnya tidak penting. Setiap Rosario yang dibuat oleh Bob dibuat dengan penuh kasih oleh tangannya. Dia menganggap setiap manik-manik sebagai sebuah doa yang dikirim oleh Maria untuk mentobatkan dan membawa jiwa-jiwa kepada Yesus. Pertobatan Joetta dan saya adalah hasil langsung dari doa-doa tersebut.

Setelah pertemuan kami dengan Bob dan Johanna, emosi saya sungguh terguncang. Sewaktu kami berkendara pulang tak seorangpun dari kami mengucapkan sepatah katapun. Seolah-olah kami mengalami peristiwa epifani. Saya tidak dapat menjelaskannya. Saya merasa telah mengalami kehadiran Yesus disana. Karena tidak ingin langsung pulang ke rumah, saya berhenti di restoran Taco Bueno untuk membeli minuman. Sewaktu kami berada di sana saling berpandangan air mata mulai mengalir di wajah kami. Apa yang sedang terjadi terhadap diri kami? Apa yang Tuhan minta dari kami?

Kehidupan kami rasanya seperti didorong ke arah Gereja Katolik. Sebelumnya Regan telah memperkenalkan kami kepada pemilik toko buku Katolik setempat, sehingga kami memutuskan untuk pergi kesana untuk informasi lebih lanjut. Lee dan Anita dengan ramah menyambut kami dan menunjukkan pada apa yang kami butuhkan. Ketika kami menghitung pajak pendapatan pada akhir tahun itu, kami baru menyadari bahwa kami telah menghabiskan lebih dari US$5000 untuk membeli buku-buku, kaset-kaset, video-video dan macam-macam materi lainnya dalam rangka mencari kebenaran rohani! Kami tidak pernah puas. Kami berada di toko milik Lee sampai tiga-empat kali sehari. "Kami datang kesini untuk 'pengobatan' iman Katolik." Lee dan Anita hanya tertawa berderai dan menunjukkan kami kepada buku, kaset atau video lainnya. Seperti suatu kecanduan yang tidak pernah memuaskan dahaga kami. Satu pertanyaan membawa kepada pertanyaan lainnya dan lainnya. Sungguh merupakan suatu pengalaman yang mempesonakan.

Kami mulai tidur lebih telat dan bangun lebih pagi untuk membaca sebanyak mungkin dalam satu hari. Kami memutuskan untuk memaksimalkan waktu luang kami. Saya mulai mengantarkan Joetta pergi bekerja dan menjemputnya supaya kami bisa membaca keras-keras secara bergantian. Saya menjemputnya pada jam makan siang, dan meletakkan dua kursi kebun dan meja dorong di bagasi dan berkendara ke taman kota supaya kami bisa membaca tanpa interupsi. Kami mengambil giliran - yang satu makan sedangkan yang lain membaca keras-keras. Kami melakukan segalanya bersama-sama. Tuhan sedang berbicara dengan penuh rahmat kepada kami. Membawa kami berdua secara bersamaan untuk lebih mendalami-Nya.

Kami membaca buku Katekismus Gereja Katolik dari awal hingga akhir. Buku Katekismus Gereja katolik adalah karya teologis sistematik yang paling hebat yang pernah kami baca. Jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang telah lama kami cari-cari, bermunculan seperti curah hujan lebat.

Saya ingat suatu hari Sabtu pagi yang tertentu. Kami berdua bangun jam 4 pagi dini hari. Kami duduk di atas ranjang dengan satu tangan memegang Alkitab sedangkan yang lainnya memegang buku Katekismus Gereja Katolik. Saya akan berkata, "Joetta, dengerkan ini. Sungguh fantastis. Yang ini sungguh membawa segalanya menjadi terang!" Sebelum saya selesai, Joetta akan memotong dan berkata, "Larry, tunggu, tunggu dulu. Dengarkan ini!" Dia lantas akan membaca dari bagian lain dari buku Katekismus. Kami membaca dari ayat-ayat Alkitab yang mendukung, lau meneliti tulisan-tulisan pada Bapa Gereja Perdana dan kemudian memeriksa komentari Alkitab. Pada waktu kami tersadar, waktu sudah menunjukkan jam satu siang! Topik-topik seperti Kehadiran Sejati Kristus dalam roti dan anggur, peran Maria dalam Gereja, doa-doa kepada orang kudus, Alkitab versus Tradisi yang otoritatif versus Sola Scriptura, otoritas Sri Paus, Api Penyucian, dan Penyelamatan sebagai suatu proses versus Penyelamatan yang sudah komplit, kami mulai melihat semuanya dari sudut pandang yang baru. Seolah-olah seperti menemukan potongan teka-teki yang hilang dalam sebuah teka-teki teologis. Gambaran yang seutuhnya mulai menjadi jernih.

Tuhan Yesus membawa kami melalui dua lintasan secara berbarengan: yang satunya intelektual dan yang lainnnya emosional. Kami telah mengucapkan doa Rosario, dan "parkir" di sofa Bob dan Johanna sembari menanyakan pertanyaan demi pertanyaan tentang doktrin, tradisi dan kebiasaan Katolik. Kami meminta kepada Tuhan untuk menyatakan kepada kami kalau memang benar Dia sedang membawa kami kedalam Gereja Katolik, karena tidak satupun dari ini masuk akal bagi kami. Kami telah menghabiskan sepanjang hidup kami dalam gereja-gereja Protestan dan merasa puas dengan pelayanan kami. Kami sungguh-sungguh perlu mengetahui tentang Gereja kepada mana Tuhan sedang memanggil kami. Tiga minggu sebelum kami mengambil keputusan, saya mengucapkan doa ini. "Bapa, jika Engkau memanggil kami kedalam Gereja Katolik, saya menginginkan suatu tanda, dan saya ingin suatu tanda yang besar."

Beberapa hari setelahnya, kami sedang berkendara pulang dari suatu perjalanan singkat ke Dallas. Ditengah perjalanan kami menyaksikan matahari yang terbesar yang pernah kami saksikan. Besarnya dari horizon ke horizon, dan tampak seolah-olah kami sedang mengendara ke dalamnya. Suatu deretan warna-warni yang tidak dapat dijelaskan lewat kata-kata - oranye, merah dan dadu. Sungguh suatu hal yang luar biasa, sedemikian sehingga cucu lelaki kami yang masih kecil, yang tadinya sedang tidur di kursi belakang, duduk dan berkata, "Opa, opa lihat tidak? Indah sekali ya? Meskipun begitu cemerlangnya tetapi kami masih bisa memandangnya secara langsung.

Sewaktu matahari terbenam kami mulai menyetel kaset rekaman oleh Dr. Scott Hahn dan sembari terus melanjutkan ke arah Oklahoma City. Sewaktu saya menatap ke langit malam saya kembali berdoa dalam hati, "Ya Tuhan, jika Engkau memanggil kami ke dalam Gereja Katolik berikanlah kami sebuah tanda dan harap berikanlah suatu tanda yang besar!"

Pada saat yang bersamaan, tanpa saya ketahui, Joetta sedang menatap keluar dari jendela di sisi penumpang dan berdoa dalam hati, "Santa Maria, jika engkau sungguh-sungguh nyata, kami harus mengetahuinya melebihi segala keraguan apapun." Tiba-tiba saya mendengar Joetta ternganga dan berkata, "Ya Tuhan, Larry, Larry, lihatlah!" Sewaktu saya melihat ke sebelah kanan, saya melihat apa yang tampak seperti untaian bintang-bintang jatuh dalam gerak lambat dari sebelah kanan menurun ke sebelah kiri. Tepat sebelum bintang-bintang tersebut menyentuh horizon, mereka berganti arah dan melesat ke atas tegak lurus dan kemudian kembali berubah arah bawah menuju bumi dan jatuh tepat di tengah-tengah jalan raya. Biasanya sebuah "bintang jatuh" (=meteor) melesat ke bawah dan bergerak begitu cepat sehingga anda tidak punya waktu untuk memberitahu seseorang mengenainya. Kami berdua tidak sanggup berbicara karena kami berdua menyaksikannya! Akhirnya Joetta mengakhiri kesunyian, "Kamu lihat hal itu, bukan?" Kami berdua jelas-jelas terguncang.

Saya menyetel sebuah kaset oleh penyanyi Katolik, Dana, dimana dia menyanyikan seluruh Rosario, dan untuk selama empat setengah jam berikutnya kami berdoa Rosario bersamanya. Kami selesai tepat sewaktu kami mencapai jalanan keluar tol ke arah rumah kami. Sewaktu kami memutar di jalan tol dan mengendara naik bukit, disana, tergolek di atas jalan di depan kami, bulan-seperempat yang terbesar, terindah, dan paling terang benderang yang pernah kami lihat. Seperti juga waktu matahari terbenam, seolah-olah bulan itu duduk ditengah-tengah jalann dan menjulang tinggi ke angkasa seperti matahari yang kami lihat sebelumnya. Selama dua setengah mil (=4 km) kami menyaksikan dengan penuh keheningan.

Sewaktu kami memutar di depan garasi rumah, bulan tersebut menghilang. "Joetta, semua hal ini mengingatkan kamu terhadap apa?" "Kitab Wahyu pasal 12 !!!" dia berkata: "Suatu tanda besar muncul di langit: seorang wanita yang berselubungkan matahari, dengan bulan dibawah kedua kakinya dan suatu mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya." Pada saat itu kami menyadari bahwa Roh Kudus tidak hanya membawa kami ke Gereja Katolik, tetapi bahwa Maria yang menuntun di depan.

Dua bulan sesudahnya Joetta dan saya berlutut di dalam sebuah kapel di kampus University of Tulsa dan mengucapkan doa Konsekrasi kepada Hati Maria Yang tak Bernoda. Kasih kami terhadapnya tanpa batas. Tadinya saya khawatir kalau dia akan mengalihkan kasih saya kepada Yesus, tetapi apa yang saya temukan adalah kasih saya kepada Kristus telah menjadi lebih dalam melebihi takaran. Sungguh sudah melebihi takaran!

Pada tanggal 12 September 1997, saya menyerahkan surat pentahbisan saya sebagai pendeta kepada uskup Bruce Blake dari gereja United Methodist. Dengan melakukan hal itu, saya telah melepaskan pelayanan 30 tahun sebagai pendeta Protestan untuk menjadi Katolik. Bagi umumnya kolega-kolega saya, tindakan ini adalah suatu kesalahan yang besar yang mengerikan, tetapi bagi Joetta dan saya, ini adalah "pulang ke rumah."

Pada bulan Januari kami melakukan perjalanan ziarah ke Roma untuk melambangkan keinginan kami untuk meletakkan diri kami dibawah otoritas Sri Paus Yohanes Paulus II dan Gereja Katolik Roma. Pada bulan Maret ini, Joetta dan saya pergi berziarah ke Medjugorje, yaitu situs penampakan Maria di Eropa Timur untuk berterima kasih kepada Santa Maria yang membawa kami kedalam Gereja Katolik. Kami sekarang menanti-nanti dengan penuh semangat untuk diterima dalam persekutuan penuh dalam Gereja Katolik pada pesta Paskah mendatang. Ini adalah titik kulminasi dari perjalanan 23 bulan yang merubah jalan hidup kami. Terima kasih Maria karena membawa kami pulang ke rumah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar